Sukses

Tips Etika Digital dalam Berpendapat di Media Sosial

Ada etika dalam menyampaikan pendapat di ruang digital seperti media sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam workshop literasi digital bertema “Kenali Batasan dalam Berpendapat di Ruang Digital" yang digelar secara daring pada Rabu (22/2/2023), Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyampaikan pihaknya menyiapkan program-program pelatihan digital pada tiga level.

"Pertama, Digital Leadership Academy yang merupakan program sekolah vokasi dan pelatihan yang diikuti oleh 200-300 orang per tahun bekerja sama dengan delapan universitas ternama di dunia," tutur Johnny, dikutip Jumat (24/2/2023).

"Kedua, Digital Talent Scholarship sebagai program beasiswa bagi anak muda yang ingin meningkatkan kemampuan dan bakat digital. Lalu ketiga, Workshop Literasi Digital yang dapat diikuti secara gratis bagi seluruh masyarakat di Indonesia,” ucapnya menambahkan.

Dalam workshop yang digelar Kominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi ini, Senior Product Manager Ipusta.id, Anwar Sadat, mengemukakan dalam ruang digital (terutama media sosial) setiap orang berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang datang dari berbagai latar belakang budaya.

Dengan demikian, interaksi antarbudaya tersebut dapat menciptakan standar baru tentang etika. Oleh karena itu, segala aktivitas di ruang digital membutuhkan apa yang disebut sebagai etika digital.

“Sebagai contoh, ada etika digital dalam menyampaikan pendapat. Misalnya, sampaikan pendapat dengan cara yang santu dan sopan, serta baik dan tepat. Berpendapatlah sesuai dengan kadar kemampuan dan pengetahuan yang kita miliki. Yang tak kalah penting adalah harus menghargai pendapat orang lain,” kata Anwar.

Ia juga mengingatkan warganet untuk tidak mudah mengunggah unggahan yang bernada negatif.

"Unggahan tersebut misalnya adalah unggahan yang melanggar kesusilaan dan kesopanan, mengandung unsur perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, hingga ujaran kebencian," kata Anwar menjelaskan.

 

2 dari 4 halaman

Tantangan Budaya Digital Saat Ini

Sementara itu, Pembina Yayasan Pendidikan Cendekia Utama Meithiana Indrasari mengakui bahwa tantangan budaya digital di era sekarang ini cukup berat.

Beberapa di antaranya adalah mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya sopan santun, menghilangnya budaya asli Indonesia akibat serbuan budaya asing, serta berkurangnya toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.

“Ada yang mengekspresikan kebebasan berpendapat secara kebablasan. Itu disebabkan minimnya pengetahuan akan hak-hak digital, termasuk pelanggaran privasi dan hak atau karya cipta intelektual,” ucap Meithiana.

Ia juga mengingatkan pentingnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah yang berlaku.

"Tujuan penggunaan bahasa yang baik dan benar adalah untuk memastikan bahwa pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan jelas dan tepat oleh audiens. Dengan demikian, kesalahpahaman di ruang digital bisa dihindari," imbuh Meithiana.

 

3 dari 4 halaman

Membutuhkan Kecakapan Bermedia Digital

Adapun Fasilitator Makin Cakap Digital, Community Outreach of Tular Nalar & Pelatihan Literasi Digital bagi guru BK se-Jakarta Utara, Julita Hazeliana, mengatakan berpendapat di ruang digital membutuhkan kecakapan bermedia digital.

Menurut dia, individu yang cakap bermedia digital dinilai mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras maupun lunak dalam lanskap digital. Baik itu berupa mesin pencari informasi, aplikasi percakapan, media sosial, maupun aplikasi dompet digital dan lokapasar.

“Pengetahuan dasar perangkat keras adalah mengetahui dan memahami fungsinya. Sementara pengetahuan dasar untuk perangkat lunak adalah sistem operasi, pengetahuan dasar aplikasi, dan pengetahuan dasar internet,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Infografis Journal_Fakta Tren Istilah Healing Bagi Pengguna Media Sosial